Senin, 23 April 2012

CERITA TENTANG PASAR BARU BANDUNG

Saya sedang asik-asiknya membaca sebuah buku istimewa 'Semerbak Bunga di Bandung Raya' karangan si kuncen Bandung Bpk (Alm) Haryoto Kunto. Keren sekali buku itu....jempols deh. Berikut cerita tentang Pasar Baru yang saya ringkas dari buku tersebut :

Pada tanggal 25 Mei 1810, ibukota Bandung pindah dari Dayeuh Kolot ke tepi Barat Cikapundung (Alun-Alun). Pasar pertama di Bandung adalah pasar Ciguriang yang dibangun tahun 1812 terletak di kampung Ciguriang (belakang Kepatihan). Kemudian pasar tersebut musnah terbakar pada saat peristiwa kerusuhan "Huru Hara Munada" yang terjadi pada masa pemerintahan Bupati R.A Wiranatakusumah III sekitar tahun 1829-1846. Para pedagang yang 'keluyuran' karena tidak punya pasar, kemudian mangkal di sekitar Pecinan dan membentuk pusat perdagangan baru yang diberi nama  'Pasar Baru'.

Pedagang itu berkumpul sepanjang jalan Oto Iskandardinata (mulai Suniaraja sampai Tegalega). Mereka kemudian membuka toko/warung kecil, sebagian ada yang membuka lapak di pinggir jalan, bahkan ada juga yang masih menjual dagangannya dengan membawa pikulan. Jenis barang dagangan masih berupa peralatan rumah tangga sederhana seperti : ayakan bambu, tolombong, keranjang, sapu, tikar, batu asahan, payung, keset, sangkar burung, kain, dll. Ada juga keperluan wanita yaitu kosmetik tempo doeloe seperti kaca, pupur, harnet, peniti, jarum, minyak wangi, benang, dll. Untuk keperluan pria biasanya berupa tembakau dan rokok daun kawung. Para pedagang itu ada yang dari orang asli Bandung tapi ada yang berasal dari daerah lain misalnya dari Talun (Majalaya), Cianjur, Bawean, Cirebon, Betawi, Tasikmalaya dan pedagang asal wilayah lainnya di Pulau Jawa.

Buku tentang Bandung karangan Haryoto Kunto  (cetakan I, April 1986)
Khusus untuk pedagang kain batik mereka berasal dari Jawa Tengah. Asalnya mereka hanya bekerja sebagai pedagang mandoran atau calo yang mengambil keuntungan dari 'komisi' ambil barang yang diberikan oleh produsen kain batik di Solo, Yogya, Pekalongan, Gresik, Banyumas dan Lasem. Tapi seiring waktu, para mandoran ini berkembang sendiri menjadi pedagang kain grosiran yang sanggup melayani para pedagang eceran di Alun-Alun Bandung bahkan sampai memasok pedagang eceran di kota Lembang, Subang, Cianjur, Soreang, Sumedang dan Cicalengka. Maka mulailah daerah Pasar Baru itu terkenal sebagai pusat grosir perdagangan kain di Bandung.

Para pedagang batik itu asal-muasalnya ditenggarai sebagai prajurit2 Pangeran Dipenogoro yang terdesak mengungsi ke Priangan. Setelah sekian waktu, para mandoran ini berbaur dengan penduduk asli Bandung dan dari merekalah cikal bakal yang menurunkan keluarga pedagang yang bermukim di seputar Pasar Baru. Disebutkan di buku itu, ada 4 orang yang menjadi cikal bakal keturunan 'orang pasar' yaitu H. Kadar, H.Durasid, Ende Rapi'ah dan H. Saleh Katam. Dikemudian hari, dari merekalah lahir kaum saudagar Bandung yang sukses di bidangnya seperti H. Pahruroji, M. Masduki, H. Sarip, H. Idris, H. Umar, H. Ayub, H. Pagieh, H. Achsan, H.M. Bukri. Ada juga saudagar keturunan Palembang seperti KM.Thamim, K.H. Anang Thayib dan K. Abdul Syukur. Saudagar lainnya adalah H. Ali yang anak kerabatnya membeli tanah di Kebon Kawung seperti H. Iskat, H. Akbar, dan H. Mohamad Mesrie. Banyak dari orang pasar itu namanya dibuat menjadi nama-nama jalan di Bandung hingga kini. Ada foto di buku itu yang memperlihatkan kumpulan para pemuka saudagar Pasar Baru yang sedang 'seba' alias setor muka menghadap ke dalem/ Bupati Bandung, dimana bukan hanya saudagar pribumi tapi juga ada saudagar dari Turki dan Arab.

Saudagar Bandung lainnya yang tercatat adalah H. Sape'i pedagang tembakau di jalan Dulatip dan H.Iyas pedagang telor asin di jalan Banceuy. Ada juga saudagar delman dari Betawi yaitu Bang Naripan, dan pengusaha tionghoa yang sukses pada jamannya yaitu tukang kayu & mebel Babah Tamblong, Babah Uyong pemilik warung di Alun-Alun, Babah Eng Coan seorang pedagang di Pasar Baru dan Babah Kuya yang menjual jamu2an di jalan Belakang Pasar hingga sekarang. Sampai tahun 1920-an pedagang Pasar Baru menemui masa keemasan. Untuk menjamin kestabilan harga, pemerintah Belanda pada saat itu mendirikan 'Jawatan Pengendali Harga' yang mengharuskan setiap pedagang menempelkan label harga pada barang jualannya, jika tidak maka akan di-bute alias di denda. Pada tahun 1932 terjadilah 'maleise' yaitu inflasi sedunia sehingga harga uang jatuh. Masa sulit itu menurunkan daya beli masyarakat sehingga kejayaan Pasar Baru meredup.

Saya belum menemukan keterangan tentang Pasar Baru pada saat jaman Jepang (1942-1945) sampai jaman perjuangan kemerdekaan. Tapi saya coba mengingat-ingat tahun 1970-an, pasar ini ramai sekali tapi kumuh. Biasanya Ibu membawa saya ke Basement karena di sana banyak pedagang sayur dan daging segar yang berjajar diterangi banyak lampu karena gedungnya gelap dan kotor. Sejak tahun 2003 Pasar Baru disulap menjadi pasar modern dengan bangunan bertingkat dan dilengkapi dengan lift & elevator. Entah mengapa setiap belanja di Pasar Baru yang sekarang, rasanya sama saja dengan berbelanja di mall atau supermarket, roh pasar tradisionalnya telah hilang. Bahkan sekarang ketika dibuka rute penerbangan murah ke Bandung, banyak pembeli datang dari Malaysia, Singapore, India dan Arab yang kadang memborong barang2 di sana untuk dijual kembali di negaranya. Apakah ini tanda Pasar Baru mengalami jaman keemasannya lagi?.....Wallahu'alam.







13 komentar:

  1. H iyas saudagar telor di Suniaraja bukan di banceuy,,,dkt Jl ABC

    BalasHapus
  2. H iyas saudagar telor di Suniaraja bukan di banceuy,,,dkt Jl ABC

    BalasHapus
  3. syam khaerur ridwan bin Bp. Nurdin hamzah Bin papih H. Hamzah Bin uyut H. Pagieh, Alhamdulillah toko di jalan suniaraja masih kokoh

    BalasHapus
  4. Adakah buku silsilah lebih jauh tentang keluarga besar Pasar Baru, misalnya Keluarga H. Ayub ternyata masih kerabat dengan keluarga H. Pagieh? H. Ayub keturunan siapa dan siapa, dan lainnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada dibuku silsilah yang disusun oleh keluarga besar

      Hapus
    2. H Ayub dengan H Pagieh bukannya adik kakak,H Ayub itu kakak dari H Pagieh,maaf itu jg kalo sy tdk salah dengar

      Hapus
  5. Putra dari H. M Achsan masih ada yang hidup sampai sekarang beliau bernama
    H.M.A. Abdul Kadir Achsan beliau berjualan peci H.M Achsan di jl. Oto iskandar bandung tepatnya depan bank Panin

    BalasHapus
  6. Yang saya tahu semua nama-nama para saudagar diatas masih berkaitan saudara kerabat...baik secara pernikahan maupun keturunan...makanya disebut Keluarga Besar Pasar Baru...contoh..HM Iyas berbesanan dgn HM Boekri...dlsb..demikian

    BalasHapus
  7. Yang saya tahu semua nama-nama para saudagar diatas masih berkaitan saudara kerabat...baik secara pernikahan maupun keturunan...makanya disebut Keluarga Besar Pasar Baru...contoh..HM Iyas berbesanan dgn HM Boekri...dlsb..demikian

    BalasHapus
  8. Di tanah yang sekarang bernama Jl. H. Durasid itu dulu merupakan tanah H. Madaslah. Entah kenapa dinamakan Jl. H. Durasid, kalau dilihat dari kepemilikan harusnya dinamai Jl. H. Madaslah

    BalasHapus
  9. Susah jg cari silsilah saudagar pasar baru seperti h Syarif soalnya sesepuh nya udah g ada

    BalasHapus